إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ كِتَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
“Apabila telah marak perzinaan dan
praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut
telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al Hakim, menurut Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib 1859 adalah hasan lighairihi)[i]
***
Penulis : Harun Santoso
Sungguh sangat miris hati ini melihat
kenyataan kehidupan di negeri Indonesia tercinta, karena wajah dan
corong riba telah hadir dimana-mana dengan mudah dan cepat menjalar ke
seluruh pelosok negeri tercinta indonesia.
Benar-benar mengerikan kenyataan
kehidupan sekarang ini, pesan-pesan promosi “satu jam cair, bunga
ringan, jaminkan bpkb motor atau mobil”, “satu hari cair bunga ringan
*ketentuan berlaku”, “butuh dana cepat????? Hubungi 08xxxxx”, cash dan
kredit angsuran dan bunga ringan dan sebagainya, bisa dengan mudah kita
baca pamflet-pamflet, spanduk dan sejenisnya di pinggir jalan, di
tembok-tembok, tiang listrik atau pohon-pohon yang berjajar dari Sabang
sampai Merauke. Prinsip dari pesan itu adalah kemudahan mendapatkan
pinjaman, mengatasi masalah ekonomi dengan masalah baru.
Transaksi-transaksi
ribawi sudah sangat mengakar dalam masyarakat di negeri ini dan
menganggapnya sebagai transaksi “biasa” yang bebas nilai dan bebas dosa.
Orang khususnya muslim dengan sangat ringan melakukan transaksi ribawi
di perbankan konvensional, lembaga keuangan simpan-pinjam, koperasi
sekolah umum dan madrasah, koperasi-koperasi RT atau bahkan pada banyak
arisan yang dikelola oknum-oknum tertentu dengan dalih arisan motor,
arisan rumah ataupun barang lainnya. Transaksi-transaksi ini biasa menggunakan prinsip persen bunga dan ada dikemas dengan dalih biaya administrasi, prinsip lelang dan bahkan biaya jasa /ujrah.
Kenyataan ini sungguh sangat ironis di
negeri yang katanya 88 persennya pemeluk agama mulia yang dengan tegas
mengharamkan dengan bobot yang sangat berat atas transaksi-transaksi
berbasis bunga atau riba, akan tetapi pada kenyataannya nampak jelas
praktek riba subur dimana-mana, dari desa terpencil sampai kota-kota
besar, dari rakyat jelata sampai pejabat tertinggi negara, dari pedagang
gendong dan buruh tani sampai bisnis asset triliunan rupiah, semua
tidak bisa lepas dari cengkeraman transaksi ribawi. Terlebih ironis lagi
lembaga agama tertinggi negara pun masih menggunakan lembaga keuangan
konvensional yang berbasis riba untuk transaksi maupun aliran dananya
dan menggaji para pegawainya. Padahal
sudah jelas Majelis Ulama Indonesia dengan Dewan Syariah Nasionalnya
sudah mengeluarkan fatwa pengharaman bunga (riba) diantaranya Fatwa
DSN-MUI no.1 th. 2004.
Dari kenyataan tersebut, kira-kira 1400
tahun yang lalu Nabi Muhammad ﷺ sudah melarang riba baik melalui kalam
Allah yang diterima maupun penjelasan melaui sunnahnya dengan tingkat
pelarangan yang sangat berat melebihi pelarangan terhadap perilaku zina.
Banyak ayat dalam Al Quran dan Hadits Rasulullah mengenai pelarangan
riba. Oleh karena itu, materi-materi tentang muamalah syar’iyah sangat
mendesak untuk disosialisasikan kepada umat muslimin di manapun.
Memahami Riba
Ibnu Abi Bakr mengatakan bahwa Malik bin
Anas mengatakan, “Aku tidaklah memandang sesuatu yang lebih jelek dari
riba karena Allah Ta’ala menyatakan akan memerangi orang yang tidak mau
meninggalkan sisa riba yaitu pada kalamnya-Nya,
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu (disebabkan tidak meninggalkan sisa riba).” (QS. Al Baqarah: 279)
Umar رضي الله عنه berkata, “Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.”
‘Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه mengatakan,
“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia
pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke
dalamnya dan terus menerus terjerumus.”
Secara prinsip, dasar ini harus
diketahui banyak masyarakat di sekolah-sekolah, madrasah, instansi
kantor ataupun organisasi kemasyarakatan lain yang mengelola koperasi
untuk segera mengetahui prinsip muamalah baik jual beli, simpan-pinjam
dan transaksi lainnya agar tidak terjebak kepada transaksi-transaksi
ribawi.
Pengertian Riba
Secara etimologi, riba berarti tambahan
(al fadhl waz ziyadah). Juga riba dapat berarti bertambah dan tumbuh
(zaada wa namaa). Sedangkan menurut istilah; Imam Ibnu al-‘Arabiy mendefinisikan riba dengan; semua tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran kompensasi.
Imam Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain menyatakan, riba adalah tambahan
yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun makanan, baik dalam
kadar maupun waktunya. Di dalam kitab al-Mabsuuth, Imam Sarkhasiy
menyatakan bahwa
الرِّبَا : هُوَ الْفَضْلُ الْخَالِي عَنْ الْعِوَضِ الْمَشْرُوطِ فِي الْبَيْعِ
Riba adalah al-fadhlu al-khaaliy ‘an al-‘iwadh al-masyruuth fi al-bai’
(kelebihan atau tambahan yang tidak disertai kompensasi yang
disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam jual beli yang halal terjadi
pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan jika di dalam jual beli
terdapat tambahan (kelebihan) yang tidak disertai kompensasi, maka hal
itu bertentangan dengan perkara yang menjadi konsekuensi sebuah jual
beli, dan hal semacam itu haram menurut syariat.
Jenis-jenis Riba
Riba terbagi menjadi empat macam; (1) riba nasiiah (riba jahiliyyah); (2) riba fadhal; (3) riba qaradh; (4) riba yadd.
Riba Nasii`ah.
Riba Nasii`ah
adalah tambahan yang diambil karena penundaan pembayaran utang untuk
dibayarkan pada tempo yang baru, sama saja apakah tambahan itu merupakan
sanksi atas keterlambatan pembayaran hutang, atau sebagai tambahan
hutang baru. Adapun dalil pelarangannya adalah hadits yang diriwayatkan
Imam Muslim; ” Riba itu dalam nasi’ah”.[HR Muslim dari Ibnu Abbas]
Riba Fadhl.
Riba fadhl adalah
riba yang diambil dari kelebihan pertukaran barang yang sejenis. Dalil
pelarangannya adalah hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim.
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ ، مِثْلًا بِمِثْلٍ ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ ، يَدًا بِيَدٍ ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
“Emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma,
garam dengan garam, semisal, setara, dan kontan. Apabila jenisnya
berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan dengan kontan”. (HR Muslim dari Ubadah bin Shamit ra), dalam hadits lain
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ .
وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ ، فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَهُوَ رِبَا } رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
“Emas dengan emas, setimbang dan
semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal; barang siapa yang
menambah atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah).
Dalam hal ini ada contoh perilaku barter atau menukar barang dengan barang yang sama jenisnya dalam masyarakat kita, perilaku
tersebut banyak muncul pada saat pembagian beras raskin yang terkadang
kurang layak konsumsi ditukar dengan beras bagus dengan jumlah yang
lebih sedikit kepada pedagang beras tanpa menggunakan kaidah jual-beli
yang dihalalkan.
Riba al-Yadd.
Riba yang
disebabkan karena penundaan pembayaran dalam pertukaran barang-barang.
Dengan kata lain, Riba yadd adalah riba yang terdapat pada jual beli
tidak secara tunai karena adanya penangguhan pembayaran. Dalam hal ini,
penjual menetapkan harga yang yang berbeda pada barang yang sama antara
pembeli tunai dan pembeli tidak tunai. Perbedaan harga inilah yang
menurut sebagian ulama termasuk riba karena adanya penambahan harga dan
secara prinsip riba yadd berbeda dengan pola transaksi bai’ al murabahah
atau pembelian dengan tempo yang penetapan harga disepakati diawal
transaksi.
Riba Qardh.
Riba qardh adalah
meminjam uang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan atau
keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman.
Riba semacam ini dilarang di dalam Islam berdasarkan hadits berikut ini;
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia
berkata, “Suatu ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa
dengan Abdullah bin Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku:
‘Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang di sana praktek riba
telah merajalela. Apabila engkau memberikan pinjaman kepada seseorang
lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput kering, gandum atau
makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian tersebut
adalah riba”. [HR. Imam Bukhari]. Juga, Imam Bukhari dalam “Kitab
Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits dari Anas رضي الله عنه bahwa Rasulullah ﷺ
telah bersabda, “Bila ada yang memberikan pinjaman (uang maupun
barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang meminjamnya)”.[HR.
Imam Bukhari]
Hadits di atas menunjukkan bahwa
peminjam tidak boleh memberikan hadiah kepada pemberi pinjaman dalam
bentuk apapun, lebih-lebih lagi jika si peminjam menetapkan adanya
tambahan atas pinjamannya tentunya ini lebih dilarang lagi. Pelarangan
riba qardh juga sejalan dengan kaedah ushul fiqh, “Kullu qardhin jarra
manfa’atan fahuwa riba”. (Setiap pinjaman yang menarik keuntungan
(membuahkan bunga) adalah riba”.[Sayyid Saabiq, Fiqh al-Sunnah).
Keterangan diatas memberikan arahan bagi kita baik nasabah pelaku
transaksi maupun praktisi lembaga keuangan syariah (baitul maal
wattamwil) untuk lebih berhati-hati dalam menerima bingkisan atau
pemberian dalam bentuk apapun, karena hal-hal besar berasal dari
kebiasaan membiarkan perilaku-perilaku kecil yang terkadang tidak jelas
dan syubhat, bisa jadi itu termasuk riba qardh. Kita berlindung kepada
Allah dari hal-hal yang demikian. Wallahu a’lam bisshawab.
Akibat Perbuatan memakan riba
1. Memakan Riba Lebih Buruk Dosanya dari Perbuatan Zina
Rasulullah ﷺ bersabda,
« دِرْهَمُ رِباً يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِينَ زَنْيَةً ».
“Satu dirham yang dimakan oleh
seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar
dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Sedemikian besar larangan syariat islam
terhadap perilaku riba bahkan dampak dari riba lebih buruk dari pada
melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali. Na’udzubillahi min dzalik.
2. Dosa Memakan Riba Seperti Dosa Seseorang yang Menzinai Ibu Kandungnya Sendiri
Rasulullah ﷺ bersabda,
{ الرِّبَا ثَلَاثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ ، وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ } رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ مُخْتَصَرًا ، وَالْحَاكِمُ بِتَمَامِهِ وَصَحَّحَهُ .
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang
paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya
sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang
melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi)
3. Tersebarnya riba di suatu negeri menjadi sebab turunnya adzab dari Allah
Tersebarnya riba di suatu negeri jika
dibiarkan terus-menerus tanpa ada da’wah yang menyadarkan dan menyentuh
ranah ini bisa menjadi sebab turunnya adzab Allah 'azza wa jalla sesuai
dengan yang disampaikan Rasulullah ﷺ :
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ كِتَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
“Apabila telah marak perzinaan dan
praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut
telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al Hakim) i
Khatimah
Setelah kita mengetahui kenyataan bahwa
sudah sedemikian berlimpah ruah transaksi ribawi pada masyarakat di
negeri ini dan dampaknya yang mengerikan, maka tidak ada kata dan
tindakan lain kecuali memulai dari diri sendiri untuk lebih berhati-hati
dalam bermuamalah, mengajak keluarga dan orang-orang di sekitar kita
pindah dari transaksi ribawi kepada transaksi-transaksi yang berbasis
syariah, mengubah dari pola pikir cepat, mudah, murah dan bunga tidak
masalah; kepada pola syariah dan barakah. Dengan begitu kita sudah ikut
berperan dalam penyelamatan negeri ini dari ancaman adzab Allah ‘azza wa
jalla. Wallahu a’lam bisshawab.
Diberi teks ayat dan hadits oleh nahimunkar.com
(nahimunkar.com)
No comments:
Post a Comment