Diriwayatkan
dari Amirul Mu’minin ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu,
Beliau berkata,
لَا
يَبِعْ فِيْ سُوْقِنَا إِلاَّ مَنْ يَفْقَهُ، وَإِلِا أَكَلَ الرِّباَ
“Yang boleh berjualan di pasar kami ini
hanyalah orang-orang yang faqih (paham akan ilmu agama), karena jika tidak,
maka dia akan menerjang riba.”
Begitu seriusnya para pemimpin umat Islam,
seperti ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu, melindungi akhlak
umat Islam agar terhindar dari praktek-praktek ribawi di dalam perniagaan. hal
ini mengingat begitu dahsyatnya dosa pelaku riba sebagaimana diriwayatkan dari
Ibnu Abid Dunya dan Al Baihaqi, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Sesungguhnya uang satu dirham yang didapat
oleh seseorang dari riba itu lebih besar dosanya di sisi Allah
dibanding 28 kali dosa zina yang dilakukan orang tersebut,”
Selanjutnya, Ibnu Majah, Al-Hakim dan
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu
‘Alahi Wasallam bersabda,
“Riba ada 73 pintu. Yang
paling ringan adalah seperti orang yang berzina dengan ibu kandungnya”.
Dalam menghindari praktek-praktek ribawi,
penjagaan para pemimpin Islam terhadap rakyatnya bisa terlihat di Negara-negara
Islam. Tradisi untuk melakukan pengawasan dalam praktek perdagangan di
pasar-pasar masih berlangsung hingga abad 8 Hijriyah di Negara-negara Islam.
Dikisahkan oleh Ibnu Al Haj (ulama madzhab Maliki, wafat 737 H),” Di Maroko masih
terdapat seorang petugas negara yang melakukan pemeriksaan pasar. Ia menguji
para pemilik toko tentang hukum-hukum jual-beli muamalat barang yang
didagangkannya dan bagaimana riba bisa terjadi dalam transaksi dagangannnya serta
bagaimana caranya menghindari riba. jika pedagang dapat menjawab, dibiarkan
tetap berdagang, dan jika tidak bisa menjawab, petugas berkata, 'Kami tidak
membiarkan engkau berjualan di Pasar karena engkau akan memberi umat Islam riba
dan harta haram."'(Al Madkhal, jilid I hlm. 157)
Abu
Shofiy - 30 Jumadil Ula 1433 H
No comments:
Post a Comment